Friday, October 14, 2011

pterigyum

BAB I
Pendahuluan

Mata merupakan organ yang sangat penting bagi manusia. Dapat dikatakan mata merupakan jendela bagi manusia sebab mata memproyeksikan benda-benda di sekelilingnya dan mengubahnya menjadi sensasi visual yang dapat dimengerti oleh otak manusia. Otak manusia memiliki 2 area khusus untuk sensasi visual, yaitu area yang menerima sensasi visual dari mata dan area yang menterjemahkan sensasi visual tersebut agar dapat dimengerti oleh manusia. Jika salah satu area tersebut mengalami gangguan, maka proses penginderaan visual juga akan terganggu, tidak dapat melihat, atau tidak mengerti apa yang dilihat. Penyakit pada mata sangat beragam macamnya, ada yang pengobatanya cukup menggunakan obat-obatan dan tetes mata, ada juga yang harus melalui operasi. Berikut merupakan penyakit pada mata yang umum di derita oleh manusia, antara lain:
-  Katarak. Katarak merupakan penyakit mata yang dicirikan dengan adanya kabut pada lensa mata. Lensa mata normal transparan dan mengandung banyak air, sehingga cahaya dapat menembusnya dengan mudah.
-  Pterigium. Pterigium merupakan penyakit mata yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang bisa sampai ke kornea mata. Jaringan tersebut merupakan konjungtiva (membran yang menyelimuti bagian putih mata) yang tumbuh tidak normal ke dalam kornea. 
-  Glaukoma. Glaukoma merupakan kelainan mata yang dicirikan dengan rusaknya saraf optik yang berfungsi untuk membawa pesan-pesan cahaya dari mata ke otak. Kerusakan saraf optik ini disebabkan oleh kelebihan cairan humor yang mengisi bagian dalam bola mata.
-  Astigmatis. Astigmatis adalah ketidakteraturan lengkung-lengkung permukaan bias mata yang berakibat tidak terpusatkannya sinar cahaya pada satu titik di selaput jala (retina) mata.
-  Keratitis ulserative perifer. Keratitis ulserative perifer adalah suatu peradang dan ulserase pada kornea yang sering kali terjadi pada penderita penyakit jaringan ikat.(1)


BAB II
Laporan Kasus

Seorang pria bernama Ahmad berumur 35 tahun bekerja sebagai tukang ojek dating ke Poli Mata dengan keluhan mata buram. Buram dirasakan belakangan ini setelah ada selaput putih yang menutupi kedua kornea mata sejak 4 tahun yang lalu, jika terkena debu mata menjadi merah dan terasa ada yang mengganjal. Pasien tidak pernah memakai kacamata. Riwayat trauma mata disangkal.

Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan status generalisasi dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmologis:
AVOD                                    : 6/10 C-1.00 aksis 135o 6/6
AVOS                         : 6/6                                        
Gerak bola mata ODS : normal ke segala arah           
TIO ODS                    : N/ palpasi                             

Segmen anterior ODS : jaringan fibrovaskuler (bagian nasal) berbentuk segitiga dengan puncak  di kornea.
Segmen posterior        : dalam batas normal
Status lokalis               :
OD                                                                              OS
 






BAB III
Pembahasan
Anatomi Mata
Mata adalah organ yang sangat penting bagi manusia sebagai indera penglihatan. Mata memiliki struktur dan fungsi sebagai berikut, yaitu:
-         Sklera bagian putih dari mata merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
-         Konjungtiva, selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera
-         Kornea, struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
-         Pupil, daerah hitam di tengah-tengah iris.
-         Iris, jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
-         Lensa, struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
-         Retina, lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
-         Saraf optikus, kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke otak.
-         Humor aqueus, cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
-         Humor vitreus, gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Otot Penggerak Bola Mata                                  
Otot ini menggerakan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak bola mata terdiri enam otot yaitu:
-        M. obliqus inferior memiliki aksi primer eksotorsi dalam abduksi, dan memiliki aksi sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi dalam elevasi.
-        M. obliqus superior memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan aksi sekunder berupa depresi dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi.
-        M. rektus inferior memiliki aksi primer berupa gerakan depresi pada abduksi, dan memiliki aksi sekunder berupa gerakan ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam depresi.
-        M. rektus lateral memiliki aksi gerakan abduksi.
-        M. rektus medius memiliki aksi gerakan adduksi
-        M. rektus superior memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam abduksi dan aksi sekunder berupa intorsi dalam aduksi serta aduksi dalam elevasi.(2)
Metode Kerja
Metode kerja yang sistematis diperlukan oleh seorang dokter dalam menegakkan diagnosis. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu:
A.    Anamnesis
Pada kasus ini didapatkan seorang pasien pria dengan umur 35 tahun dan bekerja sebagai tukang ojek. Dari kasus diatas, masalah yang didapat dari anamnesis yaitu:
Buram pada mata dan ada selaput putih yg menutupi kornea mata sejak 4 tahun yang lalu, Mata terasa ada yang mengganjal dan mata merah jika terkena debu.
Untuk menegakkan diagnosis, anamnesis tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan data-data lain, antara lain:
-        Apakah pada mata terasa sakit/tidak?
-        Apakah pada mata terasa gatal/tidak?
-        Apakah ada disertai dengan demam?
-        Apakah sebelum ini mengalami sakit mata/tidak?
-        Apakah sudah pernah ke dokter/belum? dan sudah diberikan obat atau tidak?
-        Apakah pada buram, hanya sebagian visus/seluruhnya?
-        Bagaimana penyakit yang terdahulu (photo-fhobia)?
-        Apakah selama ini memakai bantuan helm tertutup/tidak?

B.     Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi (melihat), palpasi (pemeriksaan dengan meraba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (pemeriksaan dengan mendengar). Dari kasus di atas, hasil pemeriksaan fisik menunjukkan status generalisasi (keadaan umum dan tanda vital) dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmologis:
AVOD                                    : 6/10 C-1.00 aksis 135o 6/6
AVOD (Asies Visus Occuli Dextra) 6/10,  angka 6 berarti jarak antara penderita dengan objek (pada Snellen Chart) dan angka 10 berarti jarak yang seharusnya objek masih bisa tercaba/terlihat.
Artinya pasien hanya bisa melihat sebuah objek dalam jarak 6 meter yang bisa pada orang normal lihat dalam jarak 10 meter, artinya ketajaman mata kanan pasien tersebut menurun. Keadaan ini bisa diperbaiki dengan kacamata silinder -1.00 dengan axis 135o sehingga mata pasien bisa normal lagi.

AVOS                         : 6/6                                         à Normal
Gerak bola mata ODS : normal ke segala arah            à Normal
TIO ODS                    : N/ palpasi                              à Normal

Segmen anterior ODS : jaringan fibrovaskuler (bagian nasal) berbentuk segitiga dengan puncak di kornea.
Segmen posterior        : dalam batas normal               à Normal
Status lokalis               :
OD                                                                        OS
 



Pemeriksaan segment anterior ditemukan adanya jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan puncak di kornea mata kanan, kemungkinan menunjukkan pasien tersebut menderita Pterygium yang sudah mempengaruhi ketajaman mata pasien (mata pasien menjadi buram) dan jaringan fibrofaskular sudah mencapai kornea, menyebabkan kornea tertarik sehingga mata pasien menjadi astigmatisma yang bisa ditolong dengan kacamata silinder -1.00.
C.     Diagnosis Kerja
cffd.jpgBerdasarkan gejala yang telah diketahui pada kasus di atas, maka kami simpulkan bahwa diagnosis kerja kami adalah pterygium.
Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterygium juga mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata.  Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Pterygium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah, dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Dari penjelasan mengenai pterygium di atas dapat ditentukan diagnosis kerja karena berdasarkan masalah dari kasus sesuai dengan gejala-gejala pada pterygium, antara lain buram pada mata dan ada selaput putih yg menutupi kornea mata sejak 4 tahun yang lalu, mata terasa ada yang mengganjal dan mata merah jika terkena debu. Pada pemeriksaan oftamologi, juga ditemukan selaput putih tesebut adalah jaringan fibrovaskuler (bagian nasal) berbentuk segitiga dengan puncak di kornea.(3)

D.    Diagnosis Banding
keratitis.jpg35w_Pinguecula.jpgDiagnosis banding adalah penyakit-penyakit lain yang dipikirkan selain penyakit yang ditetapkan sebagai diagnosis kerja berdasarkan kesamaan atau kemiripan gejala atau hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Untuk pertimbangan, kami mengambil diagnosis banding yaitu pinguekula dan keratitis sklerotikan. Pinguekula tampak sebagai bercak kekuningan, yang menonjol, berwarna putih kekuningan yang tumbuh biasanya dibagian nasal dari kornea. Jaringan ini terdiri dari penebalan konjungtiva, disebabkan pembentukan jaringan elastis kuning dengan hialin, oleh karena rangsangan yamg lama oleh debu dan angin. Hal ini diperkuat dengan pekerjaan pasien yaitu seorang tukang ojek, yang mungkin sering terkena paparan angin dan debu. Namun pada pinguekula bercak penonjolan itu berwarna putih kekuningan dan biasanya tidak mencapai kornea mata. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi mata pasien dengan adanya selaput berwarna putih yang menutupi kedua kornea mata.
Diagnosis banding yang kedua adalah Keratitis sklerotikan. Keratitis sklerotikan merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sclera. Penyebab terjadinya proses ini diduga karena terjadi perubahan susunan serat kolagen yang menetap. Keratitis sklerotikan akan memberikan gejala berupa kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas unilateral. Kornea terlihat putih menyerupai sclera. Pada keratitis biasanya disebabkan karena pemakaian lensa kontak, namun pada kasus pasien tidak ada riwayat pemakaian kacamata. Dengan ditemukannya perbedaan gejala dan tanda mencolok yang dijelas di atas, dapat menggugurkan pinguekula dan keratitis sklerotikan sebagai diagnosis kerja kami.(4)
E.     Diagnosis Pasti
Diagnosis pasti adalah diagnosis definitif yang ditegakkan berdasarkan bukti-bukti hasil pemeriksaan yang lengkap sesuai dengan kriteria diagnostik baku atau yang dipersyaratkan untuk penyakit itu. Seringkali untuk dapat menegakkan diagnosis yang tepat perlu dilakukan semua upaya sekaligus, dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang.

F.      Penatalaksanaan
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang, dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme irregular atau pterigium yang telah menitupi media penglihatan. Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor, maka perlu kontrol dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan, pengobatan dihentikan.
Tindakan pembedahan dilakukan apabila pterigium telah mengganggu penglihatan, karena pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata. Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Pasien dengan pterigium yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-duanya dengan konjungtival limbal autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang telah ditentukan.(5)


G.    Prognosis
Prognosis pada kasus ini secara umum adalah dubia ad bonam, yaitu akan ke arah baik apabila penatalaksanaan berhasil. Walaupun sudah dilakukan tindakan pembedahan (ekstirpasi) pada jaringan fibrovaskular, masih sangat diperlukan pencegahan dari diri sendiri, karena kemungkinan muncul kembali itu ada.

H.    Kesimpulan
Mata merupakan organ yang sangat penting bagi manusia sebagai indera penglihatan. Pterigium merupakan salah satu penyakit pada mata yang umum terjadi. Pterigium ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang bisa sampai ke kornea mata. Tidak bisa dipungkiri terjadi terutama pada seseorang yang sering terpajang sinar matahari atau disebabkan oleh iritasi kronis debu dan udara yang panas. Lindungi mata dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung adalah upaya pecegahan.  Tindakan pembedahan akan dilakukan apabila pterigium telah mengganggu penglihatan, karena pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.










DAFTAR PUSTAKA
1.      Medical Store. Penyakit Mata. [Update: 24 Agustus 2010]. http://medicastore.com/ penyakit_subkategori /16/index.htm. Accessed on May 24, 2011.
2.      Moore, Keith L. Agur, Anne MR. Anatomi Klinis Dasar. In editors: Laksman, Hendra. Jakarta: Hipokrates. 2002. p. 367-78.
3.      Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. p. 45-6
4.      Mansyur A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius. 2001. p. 56.
5.      E-case. Pterygium and Pseudopterygium. [Update: 15 Juni 2010]. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Pterygium+pseudo+pterygium. Accessed on May 24, 2011.

No comments:

Post a Comment